1 Sebagian besar responden memiliki status Diabetes Mellitus tidak terkontrol (60%). 2. Sebagian besar responden memiliki tingkat keparahan karies tinggi (56,7%). 3. Responden yang memiliki status Diabetes Mellitus tidak terkontrol mengalami keparahan karies tinggi (72,7%). B. Kelemahan Penelitian Pada saat penelitian dilakukan sedang ada wabah Covid-19 dan peraturan DAFTARTABEL Halaman Tabel 1. Definisi operasional variabel penelitian 30 Tabel 2. Statistik penelitian berdasar kelompok umur di poliklinik saraf RSUP Dr. Diabetesmellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidaseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin (H. Rumahorbo, 1999). fPenyakit DM sering menimbulkan komplikasi berupa stroke, gagal ginjal, jantung, nefropati, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika anggota badan menderita luka gangren (Annisa, 2004). Kesimpulan Ada hubungan yang menyelesaikan skripsi yang berjudul "Hubungan Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Derajat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) pada Pasien PPOK" dengan baik. saran, bimbingan, dan nasihat untuk menyempurnakan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. 6. Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM) Surakarta BABV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, dapat disimpulkan hal mengenai Pola Penggunaan Obat Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Komplikasi Hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUD Pandan Arang Boyolali 2018 sebagai berikut : 1. JyLfyt7. 1HUBUNGAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE-2 DENGAN TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Tesis Oleh LILIA YARISMAN PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN BEDAH ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHERFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2HUBUNGAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE-2 DENGAN TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Tesis Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Oleh LILIA YARISMAN PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN BEDAH ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3Medan, 19 Juli 2014 Tesis dengan judul HUBUNGAN PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE-2 DENGAN TERJADINYA GANGGUAN PENDENGARAN DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing Ketua NIP 140202219 dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KLK Anggota NIP 19790620 200212 2 003 Dr. dr. Hajar Haryuna, NIP. 195512221983021001 Dr. dr. Dharma Lindarto, Sp. PD-KEMD Diketahui oleh Ketua Program Studi 45Kata Pengantar Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat beserta salam atas Junjungan kita Nabi Besar Muhammad keluarga dan sahabat beliau. Hanya dengan segala rahmat dan karunia AllaH SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Dengan tulus hati penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada yang terhormat dr. Adlin Adnan, atas kesediaannya sebagai ketua pembimbing penelitian ini. Serta kepada Tengku Siti Hajar Haryuna, dan DR. dr. Dharma Lindarto, Sp. PD – KEMD sebagai anggota pembimbing tesis yang telah banyak memberikan wawasan keilmuan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ditengah kesibukan mereka, dengan penuh perhatian dan kesabaran, telah memberi bantuan, bimbingan, saran dan pengarahan yang sangat bermanfaat kepada saya dalam menyelesaikan tulisan ini. Rasa terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Fotarisman Zaluchu, SKM, MSI, MPH sebagai pembimbing ahli yang banyak memberikan bantuan, bimbingan dan masukan dalam bidang metodologi penelitian dan statistik. Dengan telah berakhirnya masa pendidikan magister saya, pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang terhormat Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H dan mantan Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Chairudding Panusunan Lubis, DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL 6Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Yang terhormat Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Abd. Rachman Saragih, dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, yang telah memberikan izin serta kesempatan dan ilmu kepda saya dalam mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sampai dengan selesai. Yang terhormat supervisor di jajaran Departemn THT-KL Fakultas Kedpkteran Universitas Sumatera Utara/RSUP. H. Adam Malik Medan, Prof. dr. Ramsi Lutan, Sp. THT-KLK, dr. Yuritna Haryono, Prof. dr. Askaroellah Aboet, Sp. THT-KLK, Prof. Dr. dr. Abd. Rachman Saragih, dr. Muzakkir Zamzam, Sp. THT-KLK, dr. Mangain Hasibuan, Sp. THT-KL, dr. T. Sofia Hanum, Sp. THT-KlK, Prof. DR. dr. Delfitri Munir, dr. Linda I Adenin, Sp. THT-KL dr. Ida Sjailandrawati Hrp, dr. Adlin Adnan, Sp. THT-KL, dr. Rizalina A Asnir, Sp. THT-KLK, dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL, dr. Andrina YM Rambe, Sp. THT-KL, dr. Harry Agustaf Asroel, M. Ked, Sp. THT-KL, dr. Farhat, Sp. THT-KLK, Dr. dr. Tengku Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL, dr. Aliandri, Sp. THT-KL, dr. Ashri Yudhistira, Sp. THT-KL, dr. Devira Zahara, Sp. THT-KL, dr. HR. Yusa Herwanto, Sp. THT-KL, dr. M. Pahala Hanafi Harahap, Sp. THT-KL, dr. Ferryan Sofyan, M. Kes, Sp. THT-KL dan dr. Ramlan Sitompul, Sp. THT-KL. Terima kasih atas segala 7Yang terhormat Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah Sakit ini. Yang tercinta teman-teman sejawat PPDS Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas segala bantuan, nasehat, saran serta kerja samanya selama masa pendidikan ini. Yang mulia dan tercinta Ayahanda H. Mansyur, SH dan Ibunda Hj. Suyarni, SPd, ananda sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan limpahkan kepada ananda sejak dalam kandungan, dilahirkan, dibesarkan dan diberi pendidikan yang baik serta diberikan suri tauladan yang baik hingga menjadi landasan yang kokoh dalam menghadapi kehidupan ini, dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT, agar diampuni segala dosa kedua orang tua saya dan diberikan panjang umur serta kasihilah mereka sebagaimana mereka mengasihi hamba sejak kecil. Yang mulia dan tercinta Bapak mertua H. Mauli Siregar dan Ibu mertua Hj. Rostina Hanum,SPd, ananda sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas segala kasih sayang, pengertian serta dukungan yang telah diberikan kepada ananda dalam menjalani Program Kedokteran Magister FK USU dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT agar diampuni segala dosa kedua orang tua saya dan diberikan panjang umur serta kasihilah mereka agar mereka dapat melihat saya bahagia dan sukses dalam menjalani kehidupan ini. Kepada suamiku tercinta dr. Muhammad Hadian yang selalu menyayangi dengan penuh perhatian dan dengan kasih sayang yang luar biasa dengan selalu memberikan dorongan, inspirasi, waktu, motivasi dan semangat kepada saya selama saya menjalani pendidikan. Tiada kata yang dapat adinda ungkapkan sebagai rasa terima kasih dan bersyukur 8Kepada Abang saya Abrar Mansyur, SH dan Adik semata wayang saya Reza Fahlevi YP, abang Ipar saya Ir. Mahdi Azis, Ahmad Junaidi, SE,Ak, M. Nur, SS serta Kakak Ipar saya Desy Widyastuti, SPd, drg. Dewi Asmidar Hrp, Nuriah Aini, SS, penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya meberikan dorongan serta doa kepada penulis dalam hal menyelesaikan pendidikan ini. Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekurangan saya selam mengikuti pendidikan ini, semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang belipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pemurah, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Amin. Medan, Juli 2014 Penulis 9ABSTRAK Pendahuluan Mikroangiopati dan Neuropati ataupun keduanya merupakan komplikasi dari penyakit diabetes melitus yang dapat terjadi pada bagian telinga dalam dan dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Mikroangiopati pada organ korti menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut pada koklea, neuropati terjadi akibat mikroangiopati sehingga akan mengakibatkan gangguan pendengaran. Tujuan Mengetahui apakah ada hubungan penderita DM Tipe-2 dengan terjadinya gangguan pendengaran di RSUP. H. Adam Malik Medan. Metode Penelitian ini bersifat analitik dengan 40 sampel yang terdiri dari 20 sampel penderita DM Tipe-2 dan 20 sampel Non DM. Pengambilan sampel dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan THT rutin dan pemeriksaan audiometri nada murni. Hasil Penelitian 20 sampel penderita DM Tipe-2, 11 sampel berpendengaran normal, 9 sampel tuli sensorineural dan Non DM seluruhnya berpendengaran normal. Dari Uji Statistik diperoleh perbedaan yang signifikan antara penderita DM Tipe-2 dengan Non DM p 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. Metabolisme diabetes melitus Kelainan metabolik yang menjadi dasar bagi terjadinya berbagai komplikasi jangka panjang pada diabetes melitus meliputi Waspadji,2009 1. Pengaktifan jalur poliol atau sorbitol Polyol or sorbitol pathway 2. Terbentuknya berbagai produk glikasi lanjut AGEs atau Advanced Glycation End Products 3. Meningkatnya kerusakan oksidatif jaringan akibat bahan radikal bebas Reactive Oxygen Species 30Keempat peristiwa tersebut pada umumnya saling terkait satu dengan lainnya seperti uraian sebagai berikut Frisiana et al,2006 1. Aktifnya jalur ini akan menyebabkan akumulasi intraseluler bahan – bahan toksik yang membahayakan struktur sel. Penumpukan sorbitol intraseluler sebagai suatu bahan osmolit dalam sel akan diimbangi atau disertai pula dengan menurunnya myo-inositol. Pada syaraf penurunan myo-inositol ini diduga terkait dengan diperlambatnya kecepatan hantaran impulse yang menjadi dasar bagi neuropati diabetik. Pada proses ini juga terjadi penurunan aktivasi nitric oxide NO sintase dan glutasi tereduksi yang akan menyebabkan pembuluh darah cenderung vasokonstriksi dan endotel mudah rusak atau rentan terhadap pengrusakan oleh H2O2 2. Proses glikasi LDL menyebabkan aterosklerosis. Dengan berlanjutnya proses glikasi, terbentuklah produk akhir glikasi lanjut AGEs yang merubah morfologi fungsional pembuluh darah. Meningkatkan aktifitas enzim Protein Kinase C PKC di dalam sel–sel endotel pembuluh darah menyebabkan kelainan pada sel–sel vaskular untuk diabetes melitus seperti kontraksi sel–sel, pembentukan atau penebalan membran basalis, transduksi berbagai sinyal hormon dan faktor pertumbuhan serta proliferasi sel. Hal inilah yang bertanggung jawab bagi meningkatnya permeabilitas sel – sel endotel pembuluh darah yang berakibat kebocoran albumin pada penderita diabetes melitus. . 3. Stress oksidatif intraselular akan menyebabkan meningkatnya diasilgliserol intraselular dan kemudian selanjutnya terjadi peningkatan PKC yang akan menyebabkan perubahan yang mengarah kepada proses angiopati Jianmin et al, 2009. 4. Pada penderita diabetes melitus terjadi kelainan metabolisme lemak yang menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme 31 Anatomi Telinga Dalam Anatomi Telinga bagian dalam labirin terletak disebelah medial dari telinga bagian tengah didalam tulang kompakta os petrosus ossis temporalis. Telinga bagian dalam terdiri dari Gacek, 2014 1. Labirin bagian tulang, terdiri dari 3 bagian utama yaitu kanalis semisirkularis, vestibulum dan koklea. 2. Labirin bagian membran, letaknya didalam labirin bagian tulang terdiri dari kanalis semisirkularis, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea Berikut gambar dari labirin bagian tulang dan labirin bagian membran Gambar 1. Labirin bagian tulang dan labirin bagian membran Mayers,2011. Diantara labirin bagian tulang dan labirin bagian membran terdapat suatu ruangan berisi cairan perilimf. Sebagian cairan perilimf berasal dari liquor serebrospinalis dan sebagian lagi dari filtrasi darah. Resorbsi cairan perilimf melalui vena-vena yang berjalan dalam ruang perilimf. Cairan ini terbentuk didalam stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus. Diantara perilimf dan endolimf terdapat membran reissner, disini terdapat pertukaran ion. Selain perilimf dan endolimf, terdapat pula 32kortilimf mengandung banyak kalium Gacek, 2009; Weber & Khariwala, 2014 Koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya. Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang didalam koklea bagian tulang dibagi menjadi dua bagian oleh sebuah dinding. Bagian dalamnya ini terdiri dari lamina spiralis ossea dan bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung dari lamina spiralis membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi skala vestibuli bagian atas dan skala timpani bagian bawah. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea, tempat ini dinamakan helikotrema. Skala vestibuli bermula pada fenestra ovale dan skala timpani berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari permulaan antara lamina spiralis membranasea kearah perifer atas, terdapat membran yang dinamakan membran reissner. Pada pertemuan kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh membran reissner bagian atas, lamina spiralis membranasea dibagian bawah, dan dinding luar koklea Gacek,2009. Saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membran yang berisi endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis, disini terdapat stria vaskularis, tempat terbentuknya endolimf Gacek, 2009. Berikut gambar penampang koklea. 33 Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang foramen ovale yang berhubungan dengan membran timpani, tempat melekatnya telapak foot plate dari stapes. Didalam vestibulum, terdapat gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus. Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus ini berhubungan satu sama lain dengan perantara duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus yang berakhir pada suatu lipatan dari duramater, yang terletak pada bagian belakang os piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran endolimfatikus ini buntu. Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang dikelilingi oleh sel-sel penunjang yang letaknya pada makula. Pada sakkulus, terdapat makula sakkuli. Sedangkan pada utrikulus, dinamakan utrikuli Gacek, 2009. Kanalis semisirkularis terdiri dari kanalis semisirkularis bagian tulang dan bagian membran. Kanalis semisirkularis bagian tulang terdapat didalam ketiga permukaan didalam ruang. Saluran ini bermuara pada vestibulum. Satu ujung dari tiap kanalis semisirkularis melebar pada tiap muara ke vestibulum. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis lateralis. Kanalis semisirkularis posterior vertikal berbatasan dengan fossa kranii media dan tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan disebut eminentia arkuata. Kanalis semisirkularis posterior vertikal letaknya tegak lurus dengan kanalis semisirkularis superior. Kedua ujung yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang terletak vertikal bersatu dan bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis. Kanalis semisirkularis bagian membran letaknya didalam kanalis semisirkularis tulang. Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis bagian membran terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis membran ini terdapat sel-sel persepsi. Bagian ini 34Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada krista ampularis yang menempel 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla sehingga dapat menutup seluruh ampulla Weber & Khariwala, 2014. Gambar 3. Kanalis Semisirkularis Mayers, 2011 Vaskularisasi telinga dalam Pembuluh darah arteri untuk telinga dalam seperti pada gambar 5 disuplai oleh arteri labirin atau arteri auditiva interna yang merupakan cabang dari arteri serebellum anterior-inferior atau secara langsung dari arteri basilaris. Arteri ini masuk ke dalam telinga dalam dari belakang liang telinga dalam dan bercabang menjadi dua, yaitu Moller, 2006 1. Arteri vestibularis anterior yang memperdarahi utrikulus dan sakulus bagian posterior, yang meluas ke kanalis semisirkularis anterior dan lateral. 2. Arteri koklearis komunis, yang bercabang menjadi dua yaitu arteri koklearis posterior dan arteri vestibulokoklear yang bercabang lagi 35Gambar 4 Vaskularisasi Koklea Moller, 2006 Cabang koklear akan memberikan suplai darah ke bagian inferior duktus koklearis, lalu bergabung dengan ramus koklearis yang berasal dari arteri koklearis posterior, sedangkan cabang vestibular memperdarahi kanalis semisirkularis posterior dan sebagian besar sakulus Weber & Khariwala, 2014; Moller, 2006. Pembuluh darah vena di telinga dalam berasal dari pleksus aquaduktus koklearis dan pleksus aquaduktus vestibularis. Venula dari area sensorik di vestibular seperti venula vestibular posterior yang menampung drainase dari sakulus dan ampula kanalis semisirkularis posterior serta venula vestibular anterior yang menampung drainase dari utrikulus akan mengalir ke pleksus aquaduktus koklearis. Pleksus aquaduktus vestibularis merupakan anastomosis dari vena-vena yang berasal dari daerah non sensorik vestibular dari kanalis semisirkularis. Vena-vena ini berjalan paralel dengan aquaduktus dan menerima aliran dari vena-vena di sakus endolimfatikus Weber & Khariwala, 2006; Moller, 2006. Fisiologi pendengaran Proses mendengar diawali oleh ditangkapnya energi bunyi oleh telinga luar yang akan diteruskan ke telinga tengah setelah menggetarkan membran timpani. Di dalam telinga tengah terdapat rangkaian tulang pendengaran maleus, inkus, stapes yang akan mengamplifikasi getaran tersebut melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian 36yang telah diamplifikasi ini akan memasuki telinga dalam yang selanjutnya akan diproyeksi pada membran basilaris, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria Moller, 2006; Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2010. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defklesi stereosilia sel-sel rambut, sehingga terjadi pelepasan ion-ion yang bermuatan listrik akhirnya terjadi depolarisasi sel rambut dan pelepasan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan meningkatkan potensial aksi nervus auditorius dan akan sampai di korteks pendengaran untuk diterjemahkan Moller, 2006; Soetirto, Hendarmin & Bashiruddin, 2010. Gangguan Pendengaran Gangguan pendengaran dapat menyebabkan masalah dalam kehidupan. Menurut WHO, gangguan pendengaran adalah berkurangnya kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya, pada salah satu atau kedua telinga, baik derajat ringan atau lebih berat dengan ambang pendengaran rata lebih dari 26 dB pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz. Sedangkan ketulian adalah hilangnya kemampuan mendengar pada salah satu atau kedua sisi telinga, merupakan gangguan pendengaran sangat berat dengan ambang pendengaran rata-rata lebih dari 81 dB pada frekuensi 500, 1000, 2000 dan 4000 Hz Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008. Gangguan pendengaran dapat berasal dari patologi pada telinga luar, tengah, dan dalam. Jenis gangguan pendengaran antara lain 1. Konduktif, disebabkan oleh gangguan mekanisme hantaran di telinga luar atau telinga tengah. Hal ini terjadi ketika suara tidak dikonduksikan secara efisien melalui liang telinga luar menuju membran timpani dan tulang-tulang pendengaran di telinga tengah. Beberapa penyebabnya antara lain terdapat cairan di telinga tengah, otitis media, otitis media 37impaksi serumen, otitis eksterna, benda asing, atau malformasi telinga luar dan tengah Atcherson & Prout, 2003; Soetirto, Hendarmin & Bashirudddin, 2010; American Speech-Language-Hearing Association, 2012. 2. Sensorineural, disebabkan oleh kelainan di koklea, dan pusat pendengaran di korteks serebri. Beberapa penyebabnya antara lain obat ototoksik, proses penuaan, trauma kepala, malformasi telinga dalam, atau terpapar bising Atcherson & Prout, 2003; Soetirto, Hendarmin & Bashirudddin, 2010; American Speech-Language-Hearing Association, 2012. 3. Campuran disebabkan kelainan konduktif dan sensorineural Atcherson dan Prout, 2003; American Speech-Language-Hearing Association, 2012. Audiometri Nada Murni Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan bunyi yang dihasilkan alat elektroakustik. Audiometri Nada MurniPure Tone Audiometry/PTA merupakan suatu pemeriksaan ketajaman pendengaran dengan menggunakan stimulus nada murni bunyi yang hanya memiliki satu frekuensi American Speech-Language-Hearing Association, 2012. Tujuannya adalah untuk menentukan ambang pendengaran pada telinga, baik hantaran udara maupun hantaran tulang. Oleh karena itu, PTA disebut Threshold Audiometry. Temuan dari hasil pemeriksaan audiometri yang perlu diperhatikan adalah hantaran udara normal terentang antara -10 s/d 26 dB Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008, hantaran tulang berimpit atau hampir berimpit dengan hantaran udara, pada telinga normal atau tuli sensorineural, hantaran tulang terpisah dari hantaran udara yang lebih rendah disebut air-bone gap terjadi pada ketulian konduktif Keith & Pensak, 2003; Kolegium Ilmu 38 Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal atau terjadi gangguan pendengaran. Dalam menentukan derajat gangguan pendengaran, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udara saja. Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu Ambang Dengar AD = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz Soetirto, Hendarmin & Bashirudddin, 2010. 3 Gambar 5 Audiogram Pasien dengan Pendengaran Normal Hain, 2012 Menurut kepustakaan terbaru, frekuensi 4000 Hz berperan penting untuk pendengaran, sehingga perlu diperhitungkan. Dengan demikian, derajat ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan ketiga ambang dengar di atas, kemudian dibagi empat. Ambang DengarAD= 4 AD500Hz + AD1000Hz + AD2000Hz + AD4000Hz Soetirto, Hendarmin, dan Bashirudddin, 2010. Adapun interpretasi hasil berdasarkan International Standard Organizationc ISO tentang derajat gangguan pendengaran adalah 0-25 dB pendengaran normal, 26-40 dB gangguan pendengaran ringan, 41-60 dB gangguan pendengaran sedang, 61-90 dB, gangguan pendengaran berat, >90 dB gangguan pendengaran sangat berat Soetirto, Hendarmin, & Bashirudddin, 2010. Prosedur pelaksanaan Untuk pemeriksaan PTA, perlu diperhatikan beberapa syarat antara lain 39Standards Institute ANSI, suasana yang tenang bila perlu ruangan kedap suara, pemeriksa yang sabar dan teliti American National Standards Institute, 2004; Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008. Pada pengukuran audiologi, fungsi pendengaran diukur terpisah untuk masing-masing telinga dengan menggunakan earphone hantaran udara. Saat ini yang sering digunakan adalah insert-earphone yang langsung dimasukkan dalam liang telinga luar karena memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan earphone supraaural antara lain kontak dengan tulang temporal yang minimal sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya cross hearing. PTA juga dapat dilakukan dengan menggunakan osilator atau vibrator yang diletakkan pada tulang mastoid untuk mengukur hantaran tulang, yaitu antara 250-4000 Hz Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang baik maka prosedur yang perlu diperhatikan antara lain American Speech-Language-Hearing Association, 2005; Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008 a. Penderita ditempatkan sedemikian rupa sehingga ia tidak melihat gerakan tangan pemeriksa, karena hal ini akan mempengaruhi penderita bahwa nada tes sedang disajikan. b. Untuk mengurangi interferensi dari suara-suara latar belakang yang berasal dari sekitarnya maka tempat yang terbaik adalah ruangan kedap suara akan tetapi bila tidak ada maka tes dilakukan di ruangan tersembunyi. c. Instruksi kepada penderita harus jelas misalnya “anda akan diperiksa dan akan mendengar bunyi yang kadang keras dan kadang-kadang lemah melalui earphone. Bila mendengar bunyi itu, tekan tombol dan acungkan tangan. Kalau mendengar di sebelah kanan acungkan tangan kanan dan kalau didengar pada telinga kiri maka acungkan tangan kiri”. d. Earphone harus diletakkan secara tepat diatas liang telinga luar, warna 40e. Telinga yang diperiksa terlebih dahulu harus yang berfungsi lebih baik. f. Penyajian nada tes tidak boleh dengan irama yang tetap dan lamanya interval antara dua bunyi harus selalu diubah-ubah. Tidak boleh memutar tombol dial pengatur selama penyaji masih ditekan. g. Pemeriksaan pertama dimulai pada frekuensi 1000 Hz karena nada ini dapat memberi hasil akurat yang konsisten. Kemudian periksa nada-nada lebih tinggi 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz dan frekuensi 250 Hz serta 500Hz. Untuk menentukan nilai ambang tiap-tiap frekuensi putar tombol pada kedudukan 0 dB dan sajikan bunyi selama 1-2 detik. Bila tidak ada respon, intensitas dinaikkan 5 dB, demikian seterusnya sampai ada respon. Jika sudah ada respon, turunkan intensitasnya 5 dB sebagai cross check dan bila tidak mendengar maka inilah nilai ambang frekuensi tersebut. Cara yang sama dilakukan untuk frekuensi-frekuensi yang lain American Speech-Language-Hearing Association, 2005; Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008. Komponen utama audiometer Audiometer yang tersedia di pasaran umumnya terdiri dari enam komponen utama Soetirto, Hendarmin, dan Bashirudddin, 2010 1. Oskilator, yang menghasilkan berbagai nada murni 2. Amplifier, untuk menaikkan intensitas nada murni sampai dapat terdengar 3. Pemutus interrupture, yang memungkinkan pemeriksa menekan dan mematikan tombol nada murni secara halus tanpa terdengar bunyi lain klik 4. Attenuator, agar pemeriksa dapat menaikkan atau menurunkan intensitas ke tingkat yang dikehendaki 5. Earphone, yang mengubah gelombang listrik yang dihasilkan oleh 416. Sumber suara pengganggu masking yang sering diperlukan untuk meniadakan bunyi ke telinga yang tidak diperiksa Bagian dari audiometer tombol pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk memeriksa hantaran udara, bone conductor untuk memeriksa hantaran tulang Soetirto, Hendarmin, dan Bashirudddin, 2010. Ambang dengar ialah bunyi nada murni yang terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. Terdapat ambang dengar menurut hantaran udara dan menurut hantaran tulang. Bila ambang dengar ini dihubungkan dengan garis, baik hantaran udara maupun hantaran tulang maka akan didapatkan audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian Soetirto, Hendarmin, dan Bashirudddin, 2010. Notasi audiogram Pemeriksaan direkam untuk masing – masing telinga secara terpisah dimana frekuensi merupakan aksis sedangkan intensitas sebagai ordinatnya. Notasi pada audiogram dipakai grafik hantaran udara yaitu dibuat dengan garis lurus penuh Intensitas yang diperiksa antara 125 – 8000 Hz dan grafik hantaran tulang yaitu dibuat dengan garis terputus-putus Intensitas yang diperiksa yaitu 250 – 4000 Hz. Untuk telinga kanan seandainya memakai warna dibuat dengan warna merah dan telinga kiri warna biru. Untuk hantaran udara telinga kanan dengan tanda lingkaran kecil O atau jika dilakukan masking, dan hantaran udara untuk telinga kiri dengan tanda X atau □ jika dilakukan masking, untuk hantaran tulang telinga kanan digambarakan dengan tanda panah ke kiri atau ] jika dilakukan masking British Audiology Recommended Procedure, 2004. Cross hearing dan masking Bila suatu nada disajikan pada telinga yang mengalami gangguan, kadang-kadang dapat pula didengar oleh telinga yang tidak sedang 422008. Jika stimulus nada yang diberikan lebih besar dari 40 dB dan menggunakan supra-aural earphone dimana bantalannya berada di luar telinga, maka energi akustik dapat menjalar ke telinga pada sisi yang berlawanan yang disebut sebagai fenomena cross hearing. Jumlah intensitas suara yang dibutuhkan untuk terjadinya cross hearing disebut atenuasi interaural. Atenuasi interaural untuk frekuensi yang rendah biasanya 50 dB dan 60 dB untuk frekuensi tinggi, sedangkan untuk insert-earphone memiliki atenuasi yang lebih tinggi. Sementara atenuasi interaural untuk tes hantaran tulang berkisar antara 10 sampai 0 dB, sehingga dapat diasumsikan bahwa dengan stimulasi suara yang sangat halus sudah dapat menyebabkan penjalaran getaran ke dua telinga melalui tulang tengkorak Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008. Oleh karena itu, salah satu unsur penting pada PTA adalah masking. Sebagai salah satu syarat utama, masking harus dilakukan apabila terjadi kemungkinan untuk terjadinya penjalaran stimulus dari telinga yang sedang diperiksa melalui tulang kepala ke tulang telinga yang berlawanan stimulasi hantaran udara maupun tulang melewati batas atenuasi interaural. Masking harus dilakukan dengan memberikan suara tambahan pada telinga yang diperiksa bersamaan dengan diberikannya stimulus pada telinga yang sedang diperiksa. Jika suara tambahan yang diberikan adekuat, maka suara stimulus yang menjalar ke sisi yang berlawanan dapat tertutupi oleh suara tersebut. Yang sering digunakan untuk masking adalah suara dengan gelombang sempit yang terdengar seperti suara gemuruh. Dengan perkataan lain, masking adalah mengaburkan suatu bunyi dengan menggunakan bunyi lainnya atau peninggian ambang pendengaran suatu sinyal yang diakibatkan terdengarnya sinyal kedua Kolegium Ilmu Kesehatan THT-KL, 2008. Manfaat audiometri Kegunaan audiogram hantaran udara adalah untuk mengkur kepekaan 43mekanisme sensorineural koklea dan nervus auditorius. Sedangkan audiometri hantaran tulang adalah mengukur kepekaan mekanisme sensorineural saja British Audiology Recommended Procedure, 2004. Sejauh ini peranan interpretasi audiogram yang terpenting adalah pada hubungan antara ambang hantaran udara dan hantaran tulang yaitu ada tidaknya beda udara-tulang. Secara garis besar hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut a. Bila ambang hantaran tulang lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10dB atau lebih dan normal, maka tuli bersifat konduktif. b. Bila ambang hantaran tulang sama dengan hantaran udara dan keduanya tidak normal, maka tuli bersifat sensorineural c. Bila ambang hantaran tulang berkurang namun masih lebih baik dari ambang hantaran udara sebesar 10dB atau lebih maka tuli bersifat campuran. Kekerapan Tuli Sensorineural Akibat Diabetes Melitus Tipe-2 Di Klinik Diabetes Rumah Sakit Gordan Iran memperoleh prevalensi terjadinya gangguan pendengaran pada pasien DM sebanyak 16% dan 5% pada grup non DM kontrol yang artinya bahwa pasien DM memiliki resiko 3,2 kali lebih besar untuk terjadinya gangguan pendengaran dari pada yang non DM Taziki & Mansourian, 2011. Di India diperoleh bahwa dari 110 pasien DM Tipe-2 didapati 48 pasien memiliki tuli sensorineural pada frekuensi tinggi 2000 dan 4000 Hz , 7 pasien menderita tuli yang sangat berat, 16 pasien menderita tuli yang berat, 25 pasien menderita tuli sedang Pemmiah & Srinivas, 2011. Masih di India juga ditemukan bahwa penderita DM Tipe-2 memiliki tuli sensorineural ketika dievaluasi dengan audiometri nada murni disemua frekuensi dari pada kelompok dengan nilai kadar gula darah yang normal Panchu, 2010. Di Brazil ditemukan secara statistik nilai yang signifikan pada penderita DM Tipe-2 yang memiliki tuli sensorineural jika 44Serikat dilakukan penelitian terhadap penderita DM Tipe-2 dengan komplikasi mikrovaskuler dengan menggunakan alat ukur audiometri nada murni dan hasilnya diperoleh adanya hubungan yang kuat antara penurunan pendengaran dan DM Tipe-2 Bainbridge, Hofman, Cowie, 2008. Di Universitas Islam Iran ditemukan sebanyak 455 dari 80 penderita DM memiliki tuli sensorineural Mozzafari et al, 2010. Di Amerika Serikat tepatnya di Universitas Marryland menemukan tuli sensorineural yang lebih sering pada pasien DM dibandingkan dengan non DM Kakarlapudi, Sawyer, & Staecker, 2003. Di Tehran ditemukan adanya gangguan pendengaran berupa penurunan pendengaran sebanyak 31% pasien DM pada frekuensi 4000 Hz dan 34% pada frekuensi 8000 Hz Naini & Fathololoomi, 2003. Patofisiologi Penurunan Pendengaran pada Diabetes Melitus Tipe-2 Penurunan pendengaran pada penderita DM memiliki ciri – ciri yang hampir sama dengan presbiakusis yaitu bilateral, progresif dan berjenis sensorineural terutama pada frekuensi tinggi. Perbedaannya adalah pada penderita DM memiliki gangguan pendengaran lebih berat. Teori mekanisme terjadinya penurunan pendengaran pada DM adalah mikroangiopati. Mikroangiopati yang terjadi adalah di labirin terutama mengenai stria vaskularisasi dan arteri auditiva interna Maia & Alberti, 2006. Beberapa penelitian menemukan kelainan vaskuler pada telinga dalam yang secara histopatologi memperlihatkan perubahan mikroangiopati yaitu terbentuk presipitat pada dinding pembuluh darah sehingga terjadi penebalan. Kelainan mikroangiopati ini terutama terjadi pada pembuluh kapiler stria vaskularis, selanjutnya dapat terjadi pada arteri auditorius internus, modiulus, pada vasa nervosum ganglion spirale dan 45 Mekanisme yang pasti dari perubahan ini belum dapat dijelaskan, namun bila dihubungkan dengan kenyataan, bahwa komplikasi lanjut DM terjadi pada sel-sel maupun jaringan-jaringan tubuh yang tergantung insulin untuk transportasi glukosa, nampaknya hiperglikemik sangat berperan dalam proses kejadiannya. Hiperglikemia yang berlangsung lama, telah diketahui dapat memacu reaksi glikosilasi protein non enzimatik, yang berlangsung pada berbagai jaringan tubuh. Beberapa studi klinik memberikan informasi adanya korelasi antara jangka waktu berlangsungnya hiperglikemia dan progresifitas mikroangiopati pada penderita DM. Terkendalinya status glikemia mendekati batas normal dapat menghambat bahkan mungkin mencegah terjadinya mikroangiopati Nepal, Rayamajhi & Thapa, 2007. Glukosa terikat pada protein oleh reaksi kimia non-enzimatik. Proses ini diawali dengan menempelnya glukosa pada gugus asam amino, yang berlanjut dengan serangkaian reaksi biokimia dengan hasil terbentuknya amadory product, reaksi selanjutnya menghasilkan produk akhir yang dinamakan advanced glicosilation end product AGEP yang bersifat irreversible. Reaksi glikosilasi ini terjadi pada long live protein, antara lain jaringan kolagen dan membran basalis pembuluh darah. Salah satu bentuk AGEP pada DM adalah 2 furoyl-45-2furanyl-1-H-imidazole atau FFI yang banyak tertimbun dalam jaringan-jaringan tubuh penderita DM. Dalam reaksi glikosilasi ini terbentuk pula radikal bebas sebagai hasil dari oto-oksidasi glukosa yang berlangsung pada waktu pembentukan AGEP dari amadory product, yang bersifat highly reactive oxidant yang memiliki sifat ototoksis antara lain efek denaturasi dan agregasi Votey & Peters, 2008; Kakarlapudi, Sawyer & Staecker, 2003. Bertambahnya produksi AGEP mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah arteriosclerosis dan mengakibatkan terikatnya protein plasma pada membran basalis, sehingga dinding pembuluh darah menebal dengan lumen yang makin sempit. Perubahan patologik yang 46a. Penebalan membran basalis pembuluh darah kapiler yang mengakibatkan penyempitan lumen kapiler. b. Perubahan hemodinamik akibatnya terjadi disfungsi organ yang bersangkutan. c. Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit yang memacu terbentuknya mikrotrombus akibatnya terjadi penyumbatan mikrovaskuler. Akibatnya mikroangiopati organ korti akan terjadi atrofi dan berkurangnya sel rambut. Sedangkan neuropati terjadi akibat mikroangiopati pada vasa nervosum nervus VIII dan vasa ligamentum spirale yang berakibat atrofi ganglion spiral dan demielinisasi serabut saraf VIII. Sel-sel rambut mengalami atrofi akibat akumulasi bahan-bahan toksik hasil metabolisme pada endolimfe akibat terganggunya absorsi oleh pembuluh darah sekitar sakus endolimfatikus Brainbridge, Hofman & Cowie, 2008; Frisina, Mapes, Kim, 2006. Pada penelitian sebelumnya banyak yang menyatakan bahwa terjadinya gangguan pendengaran pada penderita DM terjadi akibat adanya dampak neurodegeneratif yang merugikan pada penderita DM, seperti kerusakan oksidatif, yang menyebabkan terjadinya stres oksidatif. Stres oksidatif adalah suatu kondisi tidak seimbang antara pembentukan radikal bebas dan antioksidan pada tingkat seluler. Stres oksidatif membahayakan karena terjadi kelebihan radikal bebas oksidan atau tanda penurunan level enzim natural antioksidan Foster, 1998. Stres oksidatif berpotensi meningkatkan komplikasi vaskular DM dengan empat jalur metabolik Protein Kinase-C Pathway PKC, Advanced Glycation End Products Pathway AGEP, Hexosamine Pathway, Aldose Reductase AR. Stres oksidatif juga dapat menyebabkan disfungsi sel β dan insulin resisten. Kontrol glukosa yang 47 Teori reactive oxygen species Stres oksidatif adalah suatu kondisi tidak seimbang antara pembentukan radikal bebas dan antioksidan pada tingkat seluler. Stres oksidatif dapat naik karena proses enzimatik dan non enzimatik oleh hiperglikemi. Ada 3 pencetus stres oksidatif akan meningkat yaitu glikasi yang labil, otooksidasi glukosa dan aktivasi intrasel jalur poliol. Glikolisis dan siklus Krebs menghasilkan energi yang ekuivalen untuk mendorong sintesis ATP mitokondria, sebaliknya hasil samping fosforilasi oksidatif mitokondria termasuk radikal bebas, dan anion superoksid juga ditingkatkan oleh kadar glukosa tinggi Votey & Peters, 2008, 2008; Foster, 1998. Otooksidasi glukosa meningkatkan radikal bebas. Jadi stres oksidatif akan menurunkan kadar nitrit oksida, merusak protein sel dan adhesi leukosit pada endotel meningkat sedang fungsinya sebagai barrier terhambat. Stres oksidatif pada DM Tipe-2 tidak terkontrol disebabkan oleh PAHA seperti aktivasi AR, aktivasi hexosamine, peningkatan sintesis DAG, aktivasi PKC, peningkatan AGEP Votey & Peters, 2008; Foster, 1998. Aktivitas polyol akan menimbulkan akumulasi bahan–bahan toksik intraseluler, membahayakan struktur sel dan proses metabolik, bersamaan dengan peningkatan kadar ROS. Proses metabolik yang terganggu dengan adanya DM termasuk produksi energi, akumulasi abnormal produk – produk metabolik, deregulasi nitric oxide, glikasi, keseimbangan abnormal lipid, disfungsi sintesa protein. Hiperglikemia menyebabkan kerusakan jaringan yang luas terutama merusak endotelial, neural, matriks ekstraseluler dan jaringan kolagen Frisina, Mapes, Kim, 2006. Sistem pendengaran membutuhkan glukosa sebagai sumber energi untuk proses kompleks sinyal. Diduga bahwa koklea dapat juga menjadi 48yang tinggi bahkan untuk jangka pendek, dapat meningkatkan metabolik yang mengganggu koklea baik secara anatomis maupun fisiologis. Penurunan pendengaran terutama terjadi pada frekuensi tinggi. Hal ini tampaknya ada kaitannya dengan kurangnya glikogen jaringan sebagai sumber energi pada penderita DM. Proses transduksi pada organ korti membutuhkan energi ATP yang bersumber dari glikogen Tan, Chow & Metz, 2002. Penurunan pendengaran yang terjadi pada penderita DM Tipe-2 adalah pada frekuensi tinggi kiranya dapat dijelaskan sebagai berikut Kakarlapudi, Sawyer & Staecker, 2003 1. Sel-sel rambut luar mengandung glikogen lebih banyak dari pada sel-sel rambut dalam, dan jumlahnya di bagian basal lebih sedikit dibandingkan di bagian apeks. 2. Sel-sel rambut di daerah basal lebih panjang sehingga untuk dapat meneruskan rangsangan ke serabut-serabut saraf memerlukan energi lebih besar. 3. Potensial endolimfatik pada bagian basal lebih tinggi sehingga memerlukan energi lebih banyak. 4. Skala timpani pada bagian basal lebih besar sehingga kebutuhan akan sumber energi eksternal glukosa dan oksigen lebih besar. Mikroangiopati Penelitian dan observasi klinis telah mencatat perubahan penting yang terjadi pada sistem penglihatan yaitu retinopati. Gangguan akibat hiperglikemia termasuk peningkatan produk – produk metabolik seperti diacylglicerol DAG yang mengaktifkan protein kinase C PKC sehingga mempengaruhi jalur sinyal transduksi intraselular. Pengaktifan PKC menyebabkan penebalan membran basalis dan peningkatan permeabilitas vascular. Koklea, khususnya stria vaskularis adalah organ yang sangat mikrovaskularis. Peningkatan permeabilitas dari endotelium dapat 49endolimfe yang mempengaruhi transduksi rambut sel dan transmisi sinyal Votjka, Ciljakova & Banovcin, 2012 Nitric oxide NO yang terkumpul dalam organ corti dan memainkan peranan penting dalam regulasi endotelium pembuluh darah dengan cara merangsang peningkatan ATP di aliran darah koklea, aktivitas anti – trombotik, dan regulasi irama/tone pembuluh darah dan pertumbuhan selular. NO terkumpul dalam pembuluh darah utama koklea termasuk pembuluh darah spiral modiolar, membran basilaris dan pembuluh darah lamina spiralis osseous juga pembuluh darah yang berdekatan dengan ganglion spiralis, sel rambut dalam dan luar. Keseimbangan kritis dari NO adalah sangat penting untuk fungsi sensori optimal koklea dan mendukung kesehatan sel jangka panjang. Jika terjadi hiperglikemia akan terjadi penurunan produksi nitric oxide synthase NOS sehingga timbul iskemia Frisina, Mapes, Kim, 2006. Pengelolaan Gangguan Pendengaran pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 Penatalaksanaan gangguan pendengaran pada penderita DM salah satunya adalah dengan steroid, tetapi hingga saat ini masih kontroversial. Sebagai hasil dari efek anti inflamasi, terapi steroid sistemik dosis tinggi saat ini masih andalan pengobatan untuk gangguan pendengaran pada penderita DM. Meskipun terapi steroid oral atau intravena selama dua minggu sekitar 30-50% pasien menunjukkan respon. Penelitian menemukan bahwa suntikan steroid intratimpanik hasilnya mengurangi toksisitas steroid sistemik dan meningkatkan selektivitas level steroid perilimfe. Penelitian sebelumnya telah difokuskan penggunaan suntikan ini sebagai terapi lini sekunder dalam kasus-kasus seperti ini. Namun demikian, beberapa penelitian telah mempublikasikan bahwa hasil pengobatan steroid intratimpanik digunakan sebagai terapi lini pertama

kesimpulan dan saran diabetes melitus